CONTOH PROPOSAL PENELITIAN LKIR dikutip dari pemenang LKIR ke-42
Judul : 30 Hari Menjadi Anak Nelayan : Kajian Tentang
Kehidupan Sosial Keluarga Nelayan di Desa Muara-Binuangeun, Kecamatan
Wanasalam, Lebak - Banten
Desa Muara-Binuangeun
merupakan desa nelayan yang terletak di
pantai selatan pulau Jawa, tepatnya di Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten. Kehidupan nelayan di Desa Muara-Binuangeun dapat dikatakan
tidak saja belum berkecukupan, melainkan juga masih terbelakang, termasuk dalam
hal pendidikan. Keterbatasan sosial yang dialami nelayan memang tidak terwujud
dalam bentuk keterasingan, karena secara fisik masyarakat nelayan tidak dapat
dikatakan terisolasi atau terasing. Namun lebih terwujud pada ketidakmampuan
mereka dalam mengambil bagian dalam kegiatan ekonomi pasar secara
menguntungkan, yang ditunjukkan oleh lemahnya mereka mengembangkan organisasi
keluar lingkungan kerabat mereka atau komunitas lokal.
Penelitian ini memfokuskan
pada kajian tentang “kehidupan sosial keluarga nelayan” di bagian selatan
Provinsi Banten, tepatnya pada keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun,
Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Persoalan pokok yang
hendak dikaji di dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah konteks dan
aspek-aspek sosial-budaya masyarakat setempat secara resiprokal berkaitan/berpengaruh pada aktivitas ekonomi nelayan
tradisional setempat, serta bagaimanakah struktur perekonomian masyarakat
setempat dibangun dan dikembangkan atas dasar kehidupan sosial-budaya mereka”. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengetahui kehidupan
sosial-budaya
dan kehidupan sosial-ekonomi keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun.
Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif. Data yang diperoleh terdiri dari data primer
dan sekunder. Data sekunder yang merupakan catatan atau dokumen tentang desa
ataupun hal yang berkenaan dengan fokus penelitian diperoleh dari pemerintah
desa setempat. Sedangkan data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (in depth interview), observasi
partisipasi, dokumentasi dan digunakan pula teknik triangulasi jika ditemukan
data yang validitas dan kredibilitasnya diragukan.
Lokasi
penelitiannya bertempat di Desa Muara, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja). Sedangkan waktu
penelitiannya dimulai sejak bulan Juni 2010, sampai bulan Oktober 2010.
Sedangkan subyek penelitian adalah keluarga nelayan yang tinggal ditempat
penelitian.
A. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Desa Muara-Binuangeun
merupakan desa nelayan yang terletak di
pantai selatan pulau Jawa, tepatnya di Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten. Desa ini tidak hanya memiliki potensi alam, tetapi juga
keragaman sosial budaya yang dikembangkan oleh masyarakat desa tersebut. Kehidupan
nelayan di Desa Muara-Binuangeun dapat dikatakan tidak saja belum berkecukupan,
melainkan juga masih terbelakang, termasuk dalam hal pendidikan. Keterbatasan
sosial yang dialami nelayan memang tidak terwujud dalam bentuk keterasingan,
karena secara fisik masyarakat nelayan tidak dapat dikatakan terisolasi atau
terasing. Namun lebih terwujud pada ketidakmampuan mereka dalam mengambil
bagian dalam kegiatan ekonomi pasar secara menguntungkan, yang ditunjukkan oleh
lemahnya mereka mengembangkan organisasii keluar lingkungan kerabat mereka atau
komunitas lokal.
Gambaran kondisi kemiskinan
nelayan Desa Muara-Binuangeun antara lain secara nyata dapat dilihat dari kondisi
fisik berupa kualitas pemukiman mereka. Umumnya desa nelayan miskin akan mudah
diidentifikasi dari kondisi rumah hunian mereka. Rumah-rumah mereka yang
umumnya sangat sederhana, yaitu berdinding bambu, berlantai tanah, serta dengan
fasilitas dan keterbatasan perabot rumah tangga. Selain gambaran fisik,
identifikasi lain yang menonjol di kalangan nelayan miskin adalah rendahnya
tingkat pendidikan anak-anak, pola konsumsi sehari-hari, dan tingkat pendapatan
mereka. Di desa nelayan ini memang ada beberapa rumah yang tampak megah dengan
fasilitas yang memadai, itulah yang merupakan rumah-rumah pemilik perahu,
pedagang perantara atau pedagang ikan.
Kondisi keterbatasan sosial
dan kemiskinan yang diderita masyarakat nelayan Desa Muara-Binuangeun
disebabkan oleh faktor-faktor yang kompleks. Faktor-faktor tersebut tidak hanya
berkaitan dengan fluktuasi musim ikan, keterbatasan sumber daya manusia,
keterbatasan modal, kurangnya akses, dan jaringan perdagangan ikan yang
cenderung eksploitatif terhadap nelayan sebagai produsen, serta dampak negatif
modernisasi perikanan yang mendorong terkurasnya sumber daya laut secara cepat
dan berlebihan, serta terbatasnya peluang dan kesempatan nelayan untuk
melakukan diverisifikasi pekerjaan, terutama di luar kegiatan pencarian ikan di
laut.
Hal inilah yang
kemudian menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut, yaitu mengenai bagaimana
kehidupan sosial-budaya dan kehidupan sosial-ekonomi keluarga nelayan pada
lokasi penelitian yaitu Desa Muara-Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten
Lebak, Provinsi Banten. Maka dari itu, penulis mencoba memberikan gambaran
tersebut dengan melakukan penelitian yang berjudul “30 Hari Menjadi Anak Nelayan : Kajian Tentang Kehidupan Sosial
Keluarga Nelayan di Desa Muara-Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Lebak –
Banten”.
Rumusan Masalah
Penelitian ini memfokuskan
pada kajian tentang “kehidupan sosial keluarga nelayan” di bagian selatan
Provinsi Banten, tepatnya pada keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun,
Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Persoalan pokok yang
hendak dikaji di dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah konteks dan
aspek-aspek sosial-budaya masyarakat setempat secara resiprokal berkaitan/berpengaruh pada aktivitas ekonomi nelayan
tradisional setempat, serta bagaimanakah struktur perekonomian masyarakat
setempat dibangun dan dikembangkan atas dasar kehidupan sosial-budaya mereka”.
Kemudian dengan mengacu
pada persoalan pokok diatas, maka masalah-masalah yang menarik untuk dikaji
lebih lanjut adalah :
1. Bagaimanakah
kehidupan sosial-budaya keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun?
2. Bagaimanakah
kehidupan sosial-ekonomi keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun?
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah
di atas, maka informasi yang akan dicari untuk menjawab rumusan masalah
tersebut antara lain adalah konteks dan aspek-aspek sosial-budaya keluarga
nelayan yang terdapat di wilayah penelitian, dan mengidentifikasi keberkaitan
dan atau keberpengaruhan secara resiprokal
dari konteks dan aspek-aspek sosial-budaya setempat pada aktivitas perekonomian
masyarakat nelayan di Desa Muara-Binuangeun.
Untuk mengetahui hal
tersebut, maka tujuan dari mengkaji permasalahan di atas adalah :
1. Untuk mengidentifikasi
dan mengetahui kehidupan sosial-budaya keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun.
2. Untuk mengidentifikasi
dan mengetahui kehidupan sosial-ekonomi keluarga nelayan di Desa
Muara-Binuangeun.
Manfaat Penelitian
Kajian tentang kehidupan sosial keluarga nelayan ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi semua kalangan masyarakat. Adapun
manfaat-manfaat tersebut adalah:
1. Bagi peneliti : dapat
menganalisis bagaimana kehidupan sosial keluarga nelayan di Desa
Muara-Binuangeun.
2. Bagi akademisi :
dapat dijadikan sebagai sumber informasi ataupun referensi bahan perbandingan
untuk penelitian selanjutnya. Disamping itu juga dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan untuk yang membacanya.
3.
Bagi masyarakat : penelitian ini diharapkan akan
berkontribusi dalam memberikan informasi dan pemahaman mengenai kehidupan
sosial keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun.
4.
Bagi pemerintah : penelitian ini dapat dijadikan
informasi yang diharapkan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam
menentukan kebijakan pembangunan.
B. KAJIAN TEORI
Sistem Sosial dan Ekonomi Masyarakat Nelayan
Sebagaian besar nelayan yang ada di
Indonesia tergolong nelayan tradisional dan buruh nelayan (Kusnadi, 2007:1).
Posisi sebagai nelayan tradisonal dan buruh nelayan ini membuat mereka menjadi
sebagai masyarakat yang memiliki akses terbatas terhadap Sumber Daya Perairan
(SDP) dan masih dikendalikan oleh nelayan besar. Misalnya saja nelayan besar yang
memakai teknologi baru membuat nelayan tradisional kesulitan dalam menangkap
ikan dan buruh nelayan yang bekerja pada nelayan besar, seolah dibuat tidak
bisa lepas dari kekuasaan nelayan besar tersebut. Hal inilah yang kemudian
menjadi masalah sosial-ekonomi yang sulit diselesaikan oleh para nelayan di
Indonesia. Salah satu implikasinya adalah kemiskinan.
Satria
(2009b: 25) menggambarkan posisi nelayan di Indonesia dalam sebuah tabel dibawah
ini:
Tabel
1 Kondisi Umum Masyarakat Pesisir Di Indonesia Tahun 2002.
No.
|
Kondisi
Mastarakat Pesisir
|
Jumlah
|
1.
|
Desa Pesisir
|
8.090 desa
|
2.
|
Masyarakat Pesisir
-
Nelayan
-
Pembudidaya
-
Masyarakat
Pesisir Lainnya
|
16. 420.000 jiwa
4.015.320 jiwa
2.671.400 jiwa
9.733.280 jiwa
|
3.
|
Prosentase yang hidup dibawah garis
kemiskinan 932,14%)
|
5.254.400 jiwa
|
Sumber : DKP (2007)
Didalam bukunya yang lain, Satria (2009a: 336),
menyebutkan bahwa secara sosiologis karakteristik masyarakat nelayan berbeda dengan karakteristik masyarakat
petani dalam pengelolaan atau dalam memanfaatkan lahan untuk mencari nafkah.
Nelayan menghadapi sumber daya yang tidak terkontrol dimana pada saat hasil
tangakapan berkurang, maka nelayan tersebut harus mencari lahan baru. Artinya
adalah nelayan lebih dipengaruhi oleh kondisi alam dan produktifitas mereka
mencari nafkah. Sementara masyarakat
petani dapat mengontrol atau berada pada lahan yang terkontrol. Pada saat
penghasilan mulai berkurang petani dapat melakukan usaha peningkatan lahan
melalui intensifikasi pertanian, mekanisasi pertanian, dan sebagainya dalam
satu lahan yang sama.
Secara garis besar, merujuk pada penjelasan sebelumnya
kemiskinan pada masyarakat nelayan dapat di klasifikasikan menjadi tiga
berdasarkan faktor penyebabnya yaitu kemiskinan struktural, kemiskinan kultural
dan kemiskinan alamiah. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan
oleh struktur sosial, ekonomi dan sistem politik yang tidak kondusif dan selalu
berubah – ubah seiring perubahan yang terjadi pada sistem pemerintahan.
Kemiskinan kultural lebih banyak disebabkan oleh faktor kebudayaan masyarakat
misalnya kemalasan, sifat konsumtif, berfikir fatalistik, dan sebagainya
sehingga kondisi masyarakat cenderung lemah. Sedangkan kemiskinan alamiah
adalah kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alam yang tidak dapat
dikontrol dan sumber daya alam yang
terbatas untuk dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan (Satria, 2009:25). Ketiga
jenis kemiskinan ini saling berkaitan satu sama lain. Ketiga jenis kemisikinan
ini pulalah yang mengakibatkan “sistem
patron-klien” dalam sistem pola nafkah nelayan sampai saat ini
berkembang dengan baik. Dimana sistem patron-klien ini bukan memberikan
kesejahteraan, malah memperburuk keadaan nelayan.
Sistem mata pencaharian masyarakat nelayan yang umumnya
tertuju pada sektor perikanan laut, memaksa mereka selalu selaras dengan alam.
Dimana kondisi ini menyebabkan para nelayan bergantung dan dipengaruhi oleh
alam. Karakteristik inilah yang kemudian berimplikasi pada tingkat pendapatan
dan resiko yang mungkin bisa terjadi saat penangkapan ikan di laut. Untuk
mengantisipaasi masalah tersebut, maka jaringan atau relasi patron-klien yang
sangat kuat, beragam, dan mencakup semua segi ekonomi masyarakat tumbuh dan
berkembang dengan baik pada masyarakat nelayan. Relasi patron-klien ini lebih
kuat jika dibandingkan dengan masyarakat lain diluar nelayan (Kusnadi, 2007:
9).
Relasi patron-klien ini juga berkembang karena sampai
dengan saat ini nelayan masih belum menemukan lembaga/institusi yang mampu
menjamin dan mampu mengakomodasi kebutuhan sosial-ekonomi nelayan. Satria
(2009a), mengutip kembali legg (1983) dalam Masyhuri (1999), mengungkapkan
bahwa hubungan patron-klien secara umum berkaitan dengan:
“
1.Hubungan diantara pelaku yang menguasai sumber daya tidak sama.
2.Hubungan yang
bersifat khusus merupakan hubungan pribadi yang mengandung kekerabatan.
3.Hubungan
yang didasarkan atas asas saling menguntungkan.”
Masalah kemiskinan ini menjadi akar permasalah dari
berbagai permasalahan yang timbul pada masyarakat nelayan. Sehingga pembangunan
yang dikembangkan pada nelayan disamping harus menyentuh aspek-aspek
kelestarian lingkungan, juga harus
melihat bagaimana menyelesaikan fenomena kemiskinan masyarakat nelayan.
Disamping model pembangunan itu harus berangkat dari kearifan lokal yang
dimiliki masyarakat nelayan.
C. METODOLOGI PENELITIAN
Jenis
Penelitian
Penelitian tentang kehidupan sosial keluarga nelayan di
Desa Muara-Binuangeun ini merupakan penelitian sosial dengan jenis penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan/ melukiskan keadaan subjek/objek penelitian
(seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Hadari Namawi, 1998:63).
Metode
Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pemilihan
metode ini didasarkan pada jenis data yang ingin diperoleh yaitu data
kualitatif. Disamping itu, untuk mengetahui gambaran kehidupan sosial keluarga
nelayan baik kehidupan sosial-budaya maupun sosial-ekonomi di Desa
Muara-Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dengan
mengacu pada rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, maka metode
kualitatif dianggap paling cocok untuk digunakan dalam penelitian ini.
Teknik
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data
sekunder dan data primer. Data sekunder yang diperlukan merupakan dokumen yang
terkait dengan karakteristik masyarakat di lokasi penelitian, seperti data dari
pemerintah setempat. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dari pemerintah desa Muara-Binuangeun berupa data profil desa, sumber
daya yang dimiliki oleh desa, luas dan batas-batas desa, serta sarana yang
dimiliki oleh desa. Sedangkan data primer diperoleh melalui pendekatan
kualitatif, yaitu dengan wawancara mendalam (in depth interview) dengan informan atau narasumber. Teknik yang
kedua adalah observasi partisipasi dimana peneliti tinggal di tiga keluarga
yang merupakan subyek penelitian selama 30 hari dan terlibat dalam setiap kegiatan
yang dilakukan oleh masyarakat nelayan, sehingga dapat melihat dan merasakan
apa yang terjadi di lapangan untuk selanjutnya dapat mendeskripsikan hasil dari
observasi yang dilakukan. Kemudian teknik yang ketiga adalah dokumentasi
melalui foto-foto di lapangan. Sementara teknik yang keempat yaitu teknik
triangulasi yang dilakukan/digunakan pada saat data yang diperoleh terkesan
simpang siur atau validitas dan kredibilitasnya diragukan.
Lokasi
Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa
Muara-Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten. Penentuan
lokasi penelitian ini dilakukan secara porposive
(sengaja) dengan beberapa pertimbangan diantaranya adalah penelitian ini
merupakan penelitian tentang kehidupan sosial keluarga nelayan di Desa
Muara-Binuangeun yang merupakan salah satu desa nelayan di Kabupaten Lebak,
Banten. Sedangkan waktu penelitian dimulai dari minggu kedua Juni 2010 sampai
dengan minggu keempat Oktober 2010. Adapun jadwal kegiatan dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel
2 Jadwal Kegiatan Penelitian
No
|
Jenis
Kegiatan
|
Waktu
(Tahun 2010)
|
|||||||||||||||||||
Juni
|
Juli
|
Agust
|
Sept
|
Okt
|
|||||||||||||||||
|
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
Menentukan judul penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Menyusun Rumusan Masalah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Mencari Data Pendukung
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Menyusun Metode Penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Penyusunan Proposal Penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6
|
Evaluasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7
|
Pengajuan Proposal Penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8
|
Menyusun panduan pertanyan untuk studi awal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9
|
Terjun lapangan pertama (Observasi
Awal)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
10
|
Analisis data dan evaluasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
11
|
Menyusun panduan pertanyaan untuk
observasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
12
|
Persiapan Observasi dan Pengumpulan
data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
13
|
Observasi Dan Pengumpulan Data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
14
|
Analisis Data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
15
|
Evaluasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
16
|
Pengetikan Karya Tulis
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
17
|
Evaluasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
18
|
Penyempurnaan Karya Tulis
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Instrumen
Penelitian
Instrumen penelitian pada awalnya adalah peneliti sendiri
kemudian setelah fokus penelitian menjadi jelas, peneliti mengembangkan
instrumen lain seperti foto untuk dokumentasi, panduan pertanyaan pengarah,
catatan harian dan sarana untuk pengetikan. Dengan instrumen sederhana ini,
diharapkan dapat mempertajam dan melengkapi data yang diperoleh di lapangan.
Teknik
Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian ini disesuaikan
dengan metode penelitian yang digunakan, yaitu penelitian kualitatif. Analisis
data ini mengikuti konsep Miles and Huberman dan Spradley. Miles and Huberman
(1984) dalam Sugiyono (2009: 91), mengemukakan bahwa analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus dengan selesai
sehingga data yang diperoleh bersifat jenuh. Aktifitas dalam analisis data ini
diantaranya adalah data reduction,
data display, dan data conclusion drawing/verification.
Pada saat turun lapang pertama, diperoleh data yang
bermacam-macam dan tidak tersusun dengan benar. Data tersebut tetap dikumpulkan
dan dikoleksi sebanyak-banyaknya. Kemudian data yang beranekaragam dan terkumpul
secara tidak beraturan tersebut direduksi. Setelah dilakukan reduksi data,
selanjutnya data tersebut dijabarkan satu persatu menurut kebutuhan data
penelitian dan diurutkan secara sistematis sehingga akan lebih mudah dipahami
dan akan menentukan arah penelitian selanjutnya. Tahap ini biasanya disebut
dengan tahap penentuan fokus penelitian, aktifitasnya adalah dengan
mendisplaykan data sehingga diperoleh gambaran umum fokus penelitian yang akan
dikaji lebih dalam. Setelah fokus penelitian ini menjadi lebih jelas, maka
penelitian dilanjutkan berdasarkan fokus penelitian tadi. Data-datanyapun
terfokus pada aspek yang menjadi fokus penelitian.
Tahap selanjutnya yaitu tahap selection, aktifitas analisis data pada tahap ini membuat suatu
kesimpulan dari data yang diperoleh, memilih data yang diperlukan, membuat
kategorisasi data yang diperlukan dan membuang data yang tidak dipakai.
Aktifitasnya biasa disebut dengan conclusion
drawing/veryfying. Berikut ini adalah gambar aktifitas analisis data
menurut Miles and Huberman.
Garna, Judistira K. 1999. Metoda Penelitian : Pendekatan Kualitatif. Bandung: Primaco
Akademika
Kusnadi. 2007. Strategi Hidup Masyarakat Nelayan.
Jember : Tim Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PSKP).
Masyhuri dan Mochammad Nadjib. 2000. Pemberdayaan Nelayan Tertinggal : Sebuah Uji Model Penanganan
Kemiskinan. Jakarta : Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan – LIPI.
Nawawi, Hadari. 1998. Metode
Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Satria, Arif. 2009a. Ekologi
Politik Nelayan. Yogyakarta : LKIS.
________. 2009b. Pesisir
dan Laut Untuk Rakyat. Bogor : IPB Press.
Sugiyono.
2009. Memahami Penelitian Kualitatif.
Bandung : CV. Alfabeta.
-
proposalnya tertuju kepada siapa?
BalasHapus