Jumat, 30 Maret 2012

CONTOH PROPOSAL PENELITIAN LKIR dikutip dari pemenang LKIR ke-42


CONTOH PROPOSAL PENELITIAN LKIR  dikutip dari pemenang LKIR ke-42


Judul             : 30 Hari Menjadi Anak Nelayan : Kajian Tentang Kehidupan Sosial Keluarga Nelayan di Desa Muara-Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Lebak - Banten

Desa Muara-Binuangeun merupakan desa nelayan  yang terletak di pantai selatan pulau Jawa, tepatnya di Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Kehidupan nelayan di Desa Muara-Binuangeun dapat dikatakan tidak saja belum berkecukupan, melainkan juga masih terbelakang, termasuk dalam hal pendidikan. Keterbatasan sosial yang dialami nelayan memang tidak terwujud dalam bentuk keterasingan, karena secara fisik masyarakat nelayan tidak dapat dikatakan terisolasi atau terasing. Namun lebih terwujud pada ketidakmampuan mereka dalam mengambil bagian dalam kegiatan ekonomi pasar secara menguntungkan, yang ditunjukkan oleh lemahnya mereka mengembangkan organisasi keluar lingkungan kerabat mereka atau komunitas lokal.
Penelitian ini memfokuskan pada kajian tentang “kehidupan sosial keluarga nelayan” di bagian selatan Provinsi Banten, tepatnya pada keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Persoalan pokok yang hendak dikaji di dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah konteks dan aspek-aspek sosial-budaya masyarakat setempat secara resiprokal berkaitan/berpengaruh pada aktivitas ekonomi nelayan tradisional setempat, serta bagaimanakah struktur perekonomian masyarakat setempat dibangun dan dikembangkan atas dasar kehidupan sosial-budaya mereka”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengetahui kehidupan sosial-budaya dan kehidupan sosial-ekonomi keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data yang diperoleh terdiri dari data primer dan sekunder. Data sekunder yang merupakan catatan atau dokumen tentang desa ataupun hal yang berkenaan dengan fokus penelitian diperoleh dari pemerintah desa setempat. Sedangkan data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (in depth interview), observasi partisipasi, dokumentasi dan digunakan pula teknik triangulasi jika ditemukan data yang validitas dan kredibilitasnya diragukan.
Lokasi penelitiannya bertempat di Desa Muara, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja). Sedangkan waktu penelitiannya dimulai sejak bulan Juni 2010, sampai bulan Oktober 2010. Sedangkan subyek penelitian adalah keluarga nelayan yang tinggal ditempat penelitian.
A.  PENDAHULUAN
Latar Belakang
Desa Muara-Binuangeun merupakan desa nelayan  yang terletak di pantai selatan pulau Jawa, tepatnya di Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Desa ini tidak hanya memiliki potensi alam, tetapi juga keragaman sosial budaya yang dikembangkan oleh masyarakat desa tersebut. Kehidupan nelayan di Desa Muara-Binuangeun dapat dikatakan tidak saja belum berkecukupan, melainkan juga masih terbelakang, termasuk dalam hal pendidikan. Keterbatasan sosial yang dialami nelayan memang tidak terwujud dalam bentuk keterasingan, karena secara fisik masyarakat nelayan tidak dapat dikatakan terisolasi atau terasing. Namun lebih terwujud pada ketidakmampuan mereka dalam mengambil bagian dalam kegiatan ekonomi pasar secara menguntungkan, yang ditunjukkan oleh lemahnya mereka mengembangkan organisasii keluar lingkungan kerabat mereka atau komunitas lokal.
Gambaran kondisi kemiskinan nelayan Desa Muara-Binuangeun antara lain secara nyata dapat dilihat dari kondisi fisik berupa kualitas pemukiman mereka. Umumnya desa nelayan miskin akan mudah diidentifikasi dari kondisi rumah hunian mereka. Rumah-rumah mereka yang umumnya sangat sederhana, yaitu berdinding bambu, berlantai tanah, serta dengan fasilitas dan keterbatasan perabot rumah tangga. Selain gambaran fisik, identifikasi lain yang menonjol di kalangan nelayan miskin adalah rendahnya tingkat pendidikan anak-anak, pola konsumsi sehari-hari, dan tingkat pendapatan mereka. Di desa nelayan ini memang ada beberapa rumah yang tampak megah dengan fasilitas yang memadai, itulah yang merupakan rumah-rumah pemilik perahu, pedagang perantara atau pedagang ikan.
Kondisi keterbatasan sosial dan kemiskinan yang diderita masyarakat nelayan Desa Muara-Binuangeun disebabkan oleh faktor-faktor yang kompleks. Faktor-faktor tersebut tidak hanya berkaitan dengan fluktuasi musim ikan, keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan modal, kurangnya akses, dan jaringan perdagangan ikan yang cenderung eksploitatif terhadap nelayan sebagai produsen, serta dampak negatif modernisasi perikanan yang mendorong terkurasnya sumber daya laut secara cepat dan berlebihan, serta terbatasnya peluang dan kesempatan nelayan untuk melakukan diverisifikasi pekerjaan, terutama di luar kegiatan pencarian ikan di laut.
Hal inilah yang kemudian menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut, yaitu mengenai bagaimana kehidupan sosial-budaya dan kehidupan sosial-ekonomi keluarga nelayan pada lokasi penelitian yaitu Desa Muara-Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Maka dari itu, penulis mencoba memberikan gambaran tersebut dengan melakukan penelitian yang berjudul “30 Hari Menjadi Anak Nelayan : Kajian Tentang Kehidupan Sosial Keluarga Nelayan di Desa Muara-Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Lebak – Banten”.
Rumusan Masalah
Penelitian ini memfokuskan pada kajian tentang “kehidupan sosial keluarga nelayan” di bagian selatan Provinsi Banten, tepatnya pada keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Persoalan pokok yang hendak dikaji di dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah konteks dan aspek-aspek sosial-budaya masyarakat setempat secara resiprokal berkaitan/berpengaruh pada aktivitas ekonomi nelayan tradisional setempat, serta bagaimanakah struktur perekonomian masyarakat setempat dibangun dan dikembangkan atas dasar kehidupan sosial-budaya mereka”.
Kemudian dengan mengacu pada persoalan pokok diatas, maka masalah-masalah yang menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah :
1.    Bagaimanakah kehidupan sosial-budaya keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun?
2.    Bagaimanakah kehidupan sosial-ekonomi keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka informasi yang akan dicari untuk menjawab rumusan masalah tersebut antara lain adalah konteks dan aspek-aspek sosial-budaya keluarga nelayan yang terdapat di wilayah penelitian, dan mengidentifikasi keberkaitan dan atau keberpengaruhan secara resiprokal dari konteks dan aspek-aspek sosial-budaya setempat pada aktivitas perekonomian masyarakat nelayan di Desa Muara-Binuangeun.
Untuk mengetahui hal tersebut, maka tujuan dari mengkaji permasalahan di atas adalah :
1.    Untuk mengidentifikasi dan mengetahui kehidupan sosial-budaya keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun.
2.    Untuk mengidentifikasi dan mengetahui kehidupan sosial-ekonomi keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun.
Manfaat Penelitian
Kajian tentang kehidupan sosial keluarga nelayan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua kalangan masyarakat. Adapun manfaat-manfaat tersebut adalah:
1.    Bagi peneliti : dapat menganalisis bagaimana kehidupan sosial keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun.
2.    Bagi akademisi : dapat dijadikan sebagai sumber informasi ataupun referensi bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya. Disamping itu juga dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan untuk yang membacanya.
3.    Bagi masyarakat : penelitian ini diharapkan akan berkontribusi dalam memberikan informasi dan pemahaman mengenai kehidupan sosial keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun.
4.    Bagi pemerintah : penelitian ini dapat dijadikan informasi yang diharapkan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan pembangunan.

B.  KAJIAN TEORI
Sistem Sosial dan Ekonomi Masyarakat Nelayan
Sebagaian besar nelayan yang ada di Indonesia tergolong nelayan tradisional dan buruh nelayan (Kusnadi, 2007:1). Posisi sebagai nelayan tradisonal dan buruh nelayan ini membuat mereka menjadi sebagai masyarakat yang memiliki akses terbatas terhadap Sumber Daya Perairan (SDP) dan masih dikendalikan oleh nelayan besar. Misalnya saja nelayan besar yang memakai teknologi baru membuat nelayan tradisional kesulitan dalam menangkap ikan dan buruh nelayan yang bekerja pada nelayan besar, seolah dibuat tidak bisa lepas dari kekuasaan nelayan besar tersebut. Hal inilah yang kemudian menjadi masalah sosial-ekonomi yang sulit diselesaikan oleh para nelayan di Indonesia. Salah satu implikasinya adalah kemiskinan.
       Satria (2009b: 25) menggambarkan posisi nelayan di Indonesia dalam sebuah tabel dibawah ini:
       Tabel 1 Kondisi Umum Masyarakat Pesisir Di Indonesia Tahun 2002.
No.
Kondisi Mastarakat Pesisir
Jumlah
1.
Desa Pesisir
8.090 desa
2.
Masyarakat Pesisir
-       Nelayan
-       Pembudidaya
-       Masyarakat Pesisir Lainnya
16. 420.000 jiwa
 4.015.320 jiwa
 2.671.400 jiwa
 9.733.280 jiwa
3.
Prosentase yang hidup dibawah garis kemiskinan 932,14%)
5.254.400 jiwa
Sumber : DKP (2007)
Didalam bukunya yang lain, Satria (2009a: 336), menyebutkan bahwa secara sosiologis karakteristik masyarakat nelayan  berbeda dengan karakteristik masyarakat petani dalam pengelolaan atau dalam memanfaatkan lahan untuk mencari nafkah. Nelayan menghadapi sumber daya yang tidak terkontrol dimana pada saat hasil tangakapan berkurang, maka nelayan tersebut harus mencari lahan baru. Artinya adalah nelayan lebih dipengaruhi oleh kondisi alam dan produktifitas mereka mencari  nafkah. Sementara masyarakat petani dapat mengontrol atau berada pada lahan yang terkontrol. Pada saat penghasilan mulai berkurang petani dapat melakukan usaha peningkatan lahan melalui intensifikasi pertanian, mekanisasi pertanian, dan sebagainya dalam satu lahan yang sama.
Secara garis besar, merujuk pada penjelasan sebelumnya kemiskinan pada masyarakat nelayan dapat di klasifikasikan menjadi tiga berdasarkan faktor penyebabnya yaitu kemiskinan struktural, kemiskinan kultural dan kemiskinan alamiah. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh struktur sosial, ekonomi dan sistem politik yang tidak kondusif dan selalu berubah – ubah seiring perubahan yang terjadi pada sistem pemerintahan. Kemiskinan kultural lebih banyak disebabkan oleh faktor kebudayaan masyarakat misalnya kemalasan, sifat konsumtif, berfikir fatalistik, dan sebagainya sehingga kondisi masyarakat cenderung lemah. Sedangkan kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alam yang tidak dapat dikontrol  dan sumber daya alam yang terbatas untuk dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan (Satria, 2009:25). Ketiga jenis kemiskinan ini saling berkaitan satu sama lain. Ketiga jenis kemisikinan ini pulalah yang mengakibatkan “sistem  patron-klien” dalam sistem pola nafkah nelayan sampai saat ini berkembang dengan baik. Dimana sistem patron-klien ini bukan memberikan kesejahteraan, malah memperburuk keadaan nelayan.
Sistem mata pencaharian masyarakat nelayan yang umumnya tertuju pada sektor perikanan laut, memaksa mereka selalu selaras dengan alam. Dimana kondisi ini menyebabkan para nelayan bergantung dan dipengaruhi oleh alam. Karakteristik inilah yang kemudian berimplikasi pada tingkat pendapatan dan resiko yang mungkin bisa terjadi saat penangkapan ikan di laut. Untuk mengantisipaasi masalah tersebut, maka jaringan atau relasi patron-klien yang sangat kuat, beragam, dan mencakup semua segi ekonomi masyarakat tumbuh dan berkembang dengan baik pada masyarakat nelayan. Relasi patron-klien ini lebih kuat jika dibandingkan dengan masyarakat lain diluar nelayan (Kusnadi, 2007: 9).
Relasi patron-klien ini juga berkembang karena sampai dengan saat ini nelayan masih belum menemukan lembaga/institusi yang mampu menjamin dan mampu mengakomodasi kebutuhan sosial-ekonomi nelayan. Satria (2009a), mengutip kembali legg (1983) dalam Masyhuri (1999), mengungkapkan bahwa hubungan patron-klien secara umum berkaitan dengan:
“ 1.Hubungan diantara pelaku yang menguasai sumber daya tidak sama.
  2.Hubungan yang bersifat khusus merupakan hubungan pribadi yang mengandung  kekerabatan.
3.Hubungan yang didasarkan atas asas saling menguntungkan.”
Masalah kemiskinan ini menjadi akar permasalah dari berbagai permasalahan yang timbul pada masyarakat nelayan. Sehingga pembangunan yang dikembangkan pada nelayan disamping harus menyentuh aspek-aspek kelestarian  lingkungan, juga harus melihat bagaimana menyelesaikan fenomena kemiskinan masyarakat nelayan. Disamping model pembangunan itu harus berangkat dari kearifan lokal yang dimiliki masyarakat nelayan.
C.  METODOLOGI  PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian tentang kehidupan sosial keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun ini merupakan penelitian sosial dengan jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/ melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Hadari Namawi, 1998:63).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pemilihan metode ini didasarkan pada jenis data yang ingin diperoleh yaitu data kualitatif. Disamping itu, untuk mengetahui gambaran kehidupan sosial keluarga nelayan baik kehidupan sosial-budaya maupun sosial-ekonomi di Desa Muara-Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dengan mengacu pada rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, maka metode kualitatif dianggap paling cocok untuk digunakan dalam penelitian ini.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder yang diperlukan merupakan dokumen yang terkait dengan karakteristik masyarakat di lokasi penelitian, seperti data dari pemerintah setempat. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari pemerintah desa Muara-Binuangeun berupa data profil desa, sumber daya yang dimiliki oleh desa, luas dan batas-batas desa, serta sarana yang dimiliki oleh desa. Sedangkan data primer diperoleh melalui pendekatan kualitatif, yaitu dengan wawancara mendalam (in depth interview) dengan informan atau narasumber. Teknik yang kedua adalah observasi partisipasi dimana peneliti tinggal di tiga keluarga yang merupakan subyek penelitian selama 30 hari dan terlibat dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan, sehingga dapat melihat dan merasakan apa yang terjadi di lapangan untuk selanjutnya dapat mendeskripsikan hasil dari observasi yang dilakukan. Kemudian teknik yang ketiga adalah dokumentasi melalui foto-foto di lapangan. Sementara teknik yang keempat yaitu teknik triangulasi yang dilakukan/digunakan pada saat data yang diperoleh terkesan simpang siur atau validitas dan kredibilitasnya diragukan.
Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Muara-Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten. Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara porposive (sengaja) dengan beberapa pertimbangan diantaranya adalah penelitian ini merupakan penelitian tentang kehidupan sosial keluarga nelayan di Desa Muara-Binuangeun yang merupakan salah satu desa nelayan di Kabupaten Lebak, Banten. Sedangkan waktu penelitian dimulai dari minggu kedua Juni 2010 sampai dengan minggu keempat Oktober 2010. Adapun jadwal kegiatan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2 Jadwal Kegiatan Penelitian
No
Jenis Kegiatan
Waktu (Tahun 2010)
Juni
Juli
Agust
Sept
Okt


1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
Menentukan judul penelitian




















2
Menyusun Rumusan Masalah




















3
Mencari Data Pendukung




















4
Menyusun Metode Penelitian




















5
Penyusunan Proposal Penelitian




















6
Evaluasi




















7
Pengajuan Proposal Penelitian




















8
Menyusun panduan pertanyan  untuk studi awal




















9
Terjun lapangan pertama (Observasi Awal)




















10
Analisis data dan evaluasi




















11
Menyusun panduan pertanyaan untuk observasi




















12
Persiapan Observasi dan Pengumpulan data




















13
Observasi Dan Pengumpulan Data




















14
Analisis Data




















15
Evaluasi




















16
Pengetikan Karya Tulis




















17
Evaluasi




















18
Penyempurnaan Karya Tulis






















Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian pada awalnya adalah peneliti sendiri kemudian setelah fokus penelitian menjadi jelas, peneliti mengembangkan instrumen lain seperti foto untuk dokumentasi, panduan pertanyaan pengarah, catatan harian dan sarana untuk pengetikan. Dengan instrumen sederhana ini, diharapkan dapat mempertajam dan melengkapi data yang diperoleh di lapangan.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian ini disesuaikan dengan metode penelitian yang digunakan, yaitu penelitian kualitatif. Analisis data ini mengikuti konsep Miles and Huberman dan Spradley. Miles and Huberman (1984) dalam Sugiyono (2009: 91), mengemukakan bahwa analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus dengan selesai sehingga data yang diperoleh bersifat jenuh. Aktifitas dalam analisis data ini diantaranya adalah data reduction, data display, dan data conclusion drawing/verification.
Pada saat turun lapang pertama, diperoleh data yang bermacam-macam dan tidak tersusun dengan benar. Data tersebut tetap dikumpulkan dan dikoleksi sebanyak-banyaknya. Kemudian data yang beranekaragam dan terkumpul secara tidak beraturan tersebut direduksi. Setelah dilakukan reduksi data, selanjutnya data tersebut dijabarkan satu persatu menurut kebutuhan data penelitian dan diurutkan secara sistematis sehingga akan lebih mudah dipahami dan akan menentukan arah penelitian selanjutnya. Tahap ini biasanya disebut dengan tahap penentuan fokus penelitian, aktifitasnya adalah dengan mendisplaykan data sehingga diperoleh gambaran umum fokus penelitian yang akan dikaji lebih dalam. Setelah fokus penelitian ini menjadi lebih jelas, maka penelitian dilanjutkan berdasarkan fokus penelitian tadi. Data-datanyapun terfokus pada aspek yang menjadi fokus penelitian.
Tahap selanjutnya yaitu tahap selection, aktifitas analisis data pada tahap ini membuat suatu kesimpulan dari data yang diperoleh, memilih data yang diperlukan, membuat kategorisasi data yang diperlukan dan membuang data yang tidak dipakai. Aktifitasnya biasa disebut dengan conclusion drawing/veryfying. Berikut ini adalah gambar aktifitas analisis data menurut Miles and Huberman.



 A.  REFERENSI
Garna, Judistira K. 1999. Metoda Penelitian : Pendekatan Kualitatif. Bandung: Primaco Akademika
 Kusnadi. 2007. Strategi Hidup Masyarakat Nelayan. Jember : Tim Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PSKP).
Masyhuri dan Mochammad Nadjib. 2000. Pemberdayaan Nelayan Tertinggal : Sebuah Uji Model Penanganan Kemiskinan. Jakarta : Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan – LIPI.
Nawawi, Hadari. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Satria, Arif. 2009a. Ekologi Politik Nelayan. Yogyakarta : LKIS.
________. 2009b. Pesisir dan Laut Untuk Rakyat. Bogor : IPB Press.
Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV. Alfabeta.










-        

1 komentar: